Minggu, 25 April 2010

Subcenters Compaction is The Best Solution for Urban Planning….

“SUBCENTERS” adalah pusat kedua yang mempunyai fungsi sebagai area komersil atau shopping area yang berlokasi jauh dari pusat kota (city center).

Berbicara tentang subcenter jadi terkait dengan “Satellite cities”, yaitu adanya titik-titik pertumbuhan baru di sekeliling city center yang terpisah dari pusat kota (metropolitan core), dimana masing-masing titik mempunyai fungsi yang berbeda dan dibatasi oleh daerah pedesaan sebagai “belts of rural land”.

Subcenters dan “Satellite Cities” mengingatkan kita pada “New Urbanism” yang juga identik dengan “traditional neighborhood design” dan “neo-traditional neighborhood design”. Yaitu sebuah dasar dari suatu perencanaan yang memberikan kenyamanan lebih bagi para pejalan kaki atau sering kita sebut “Pedestrian Friendly”….

Dalam hal ini bersifat “walkable neighborhood”, yaitu sebuah desain komunitas yang KOMPAK, lebih condong kepada pejalan kaki dan pengguna sepeda untuk perjalanan jarak dekat dengan menyediakan area khusus bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda.

Ciri-ciri dalam “traditional neighborhood design” adalah:

  • adanya area khusus pejalan kaki yang lebar bagi para pejalan kaki (walker)
  • “grid pattern”, dalam hal ini untuk kemudahan akses
  • karena “grid pattern”, maka jalanan didesain untuk lalu lintas yang rendah, dengan kecepatan kendaraan antara 15 - 20 mph.
  • adanya jalan bebas yang selalu berlokasi di daerah pinggiran dari kota, bukan di sekitar pusat penduduk.
  • adanya hubungan/keterkaitan antara jalan dan area untuk pejalan kaki, dan lalu lintas kendaraan dibuat menyebar keluar sehingga mengurangi kemacetan.
  • garasi berlokasi di belakang terhubung dengan jalan lokal.
  • ukuran rumah yang relatif kecil, sehingga mudah untuk menjangkau satu sama lainnya
  • dari pusat kota, restauran, kantor, perumahan dan retail sekitar 1/4 mil dijangkau dengan hanya 5 menit jalan kaki
  • jalan didesain dalam beberapa arah untuk mengontrol kecepatan kendaraan, dan landscape yang didesain khusus untuk pengemudi mengemudi pelan.
  • mixed-use : multi guna baik bagi aktivitas bisnis, permukiman maupun retail.

Dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan penggunaan lahan yang lebih efisien, maka “walkable neighborhood” dapat memberikan kualitas yang lebih tinggi dalam kehidupan.

Saitama Shintoshin adalah salah satu subcenters yang ada di wilayah Kanto tepatnya di Saitama-shi, berfungsi sebagai penghubung tidak hanya Kanto, tetapi juga Tohoku dan wilayah Joshinetsu.

Sekitar 15- 30 Km dari pusat Kota TOKYO.

Saitama-shi terbagi dalam 10 distrik kota (”ku”), yaitu:
* Chuo-ku
* Iwatsuki-ku
* Kita-ku
* Midori-ku
* Minami-ku
* Nishi-ku
* Omiya-ku
* Sakura-ku
* Urawa-ku

Berpindahnya beberapa bagian kantor pemerintahan ke Saitama shintoshin sebagai pusat dari kegiatan bisnis, komersil dan budaya, menjadikannya sebagai pusat kota baru yang mengambil alih beberapa tanggung-jawab dari wilayah pusat yang selama ini dikendalikan sepenuhnya oleh pusat kota TOKYO metropolitan sebagai city center.

Saitama shintoshin menjadi salah satu subcenters yang menyenangkan, menarik, selalu penuh dengan pengunjung, bagus dan sangat informatif bagi semua penduduk di Jepang.

Dapat dikatakan bahwa Saitama shintoshin sebagai subcenter kompak yang menghasilkan sumber-sumber yang bervariasi dan bernilai di era baru.

Tata ruang yang KOMPAK di Saitama shintoshin memberi arti bahwa kemanapun selalu terhubung dengan station yang dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki.

Bisa dikatakan bahwa desain dalam Saitama shintoshin merupakan desain kota yang bersahabat dengan lingkungan.

Lebih mengutamakan pejalan kaki dengan ruang hijau yang tetap asri dan nyaman. Dan adanya fasilitas yang khusus disediakan bagi penderita tuna netra, yaitu adanya papan informasi dengan huruf BRAILLE dilengkapi dengan tombol dan lampu yang akan otomatis menyala beserta peta dalam bentuk TIMBUL yang memudahkan para tuna netra untuk menemukan lokasi/tempat yang ingin mereka tuju (perhatikan foto di sebelah kanan).

Selain itu, Saitama shintoshin SANGAT ISTIMEWA dan patut dibanggakan dan dicontoh bagi negara kita dalam perencanaan kota khususnya dalam hal AKSES.

Saitama shintoshin berlokasi di pusat Saitama-shi yang dilayani oleh JR’s Keihin Tohoku, Utsunomiya dan Takasaki lines. Dengan 12 jalur kereta yang berbeda termasuk diantaranya Tohoku Shinkansen yang berkumpul di Omiya Station.

R Saikyo line di Kita-yono station dan Keihin Tohoku line di Yono station, yang kesemuanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Saitama shintoshin.

Benar-benar akses kereta api yang sangat BAGUS...

Salah satu hal penting yang perlu digaris bawahi dalam merencanakan sebuah subcenters adalah harus ada hubungan/akses yang baik antar satu tempat dengan tempat lainnya yang ada di dalam subcenters itu sendiri dan juga antara pusat dari subcenters dengan bagian distrik kota lainnya.

Tidak hanya bagus dalam akses jalur kereta api, tetapi juga bagus dalam akses pejalan kaki dan kendaran bermotor (mobil).

Contoh Saitama shintoshin, yaitu adanya the metropolitan expressway Saitama-Omiya route, Saitama shintoshin route antara Bijogi di Toda dan Miura di Saitama.

Jadi, bagi para pengendara mobil dapat keluar dan masuk melalui bagian timur dan barat dari Saitama Super Arena.

Saitama - Omiya route terhubung dengan Tokyo Gaikan Expressway di Bijogi untuk akses menuju ke Tokyo, dan Joban, Tohoku dan Kanetsu Expressway.

Jadi dapat dikatakan bahwa akses menuju ke Saitama shintoshin dengan menggunakan kendaraan bermotor-pun juga SANGAT BAGUS.

Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa:

  • Subcenters yang KOMPAK adalah solusi terbaik dalam perencanaan kota. Namun perlu diperhatikan, jika kita ingin merencanakan sebuah subcenters maka subcenters tersebut haruslah KOMPAK dan tidak sepenuhnya tergantung terhadap city center.
  • LOKASI dari subcenters itu sendiri adalah sesuatu hal yang SANGAT PENTING. Jadi kita perlu menentukan lokasi yang benar-benar bagus untuk sebuah subcenters yang menghubungkan antara satu tempat dengan tempat yang lain dengan akses yang bagus. Dalam hal ini sistem transportasi dan infrastruktur yang menunjang untuk tujuan tersebut.
  • Kesuksesan sebuah subcenters juga tak lepas dari kolaborasi yang harmonis dan manis antara pemerintah kota, pemerintah daerah dan sektor swasta.
  • Disamping itu, kesusksesan sebuah subcenters berarti harus lebih mengkonsentrasikan keberadaan subcenters tersebut untuk pelayanan umum. Itu artinya tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan ekonomi kelas atas tetapi juga bagi kalangan ekonomi kelas menengah dan bawah.
Khusus untuk desain dari Saitama shintoshin, tak lepas juga dari sedikit kelemahan didalamnya. Jadi, Saitama shintoshin memang subcenters yang baik, tetapi ada satu kekurangan di salah satu bagian dari Saitama shintoshin. Yaitu mengenai area parkir.

Beberapa area parkir benar-benar tidak dipergunakan secara maksimal atau bisa dikatakan SANGAT TIDAK BERGUNA.

Jadi ini sebuah catatan penting jika kita merencanakan sebuah subcenters KOMPAK , maka kita juga harus merencanakan area parkir yang benar-benar sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan dalam subcenters itu sendiri.


*Salam sejuk dari negeri sakura


by: imma.w.a.
Design and Planning Laboratory
Sakura-ku, Saitama-shi
Japan

TDO = Transportation Demand Omotenashi…. (*Shirakawa, Japan)

Sistem transportasi dan sistem perkotaan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lainnya. Berbagai macam bentuk kota memberikan daya tarik untuk melakukan suatu aktivitas di dalamnya. Sementara sistem transportasi memberikan aksesibililitas yang sangat diperlukan dalam aktivitas-aktivitas di dalam kota itu sendiri.

Strategi TDM = Transportation Demand Management sudah banyak diterapkan di beberapa kota besar di dunia, dengan tujuan untuk mengurangi dampak lalu lintas terhadap sistem transportasi dan sistem perkotaan.

Transportation demand management seringkali juga disebut sebagai Travel demand management atau Transport system management. Dalam TDM sendiri terdapat berbagai macam strategi dan metode. Contoh kasus adalah di Shirakawa, Japan.


Shirakawa adalah sebuah daerah yang terletak di dekat Takayama, Gifu Prefecture, Japan. Penerapan TDM di Shirakawa yaitu:

  • area bebas dari kendaraan roda 4 atau mobil
  • parkir bus
  • parkir sepeda
  • shuttle buses
  • sistem pemesanan parkir
  • mobil ramah lingkungan

Dalam hal ini, TDM yang dipergunakan di Shirakawa dinamakan dengan TDO = Transportation Demand Omotenashi. “Omotenashi”
disini sama artinya dengan “Hospitality”.

Jadi, disini kita membagi kawasan tersebut dalam beberapa zone parkir. Dimana zone-zone tersebut terletak sangat strategis dan mempunyai daya tarik dan fungsi tersendiri.

Mengapa demikian, karena di tiap-tiap zone terdapat beberapa fasilitas umum yang berbeda. Misalnya, di bagian utara terdapat restauran lokal yang tidak semua orang mengetahui keberadaannya; di bagian selatan terdapat Spa yang tidak semua orang mengetahuinya; di bagian barat terdapat Soba restauran yang juga tidak banyak diketahui keberadaannya.

Sehingga dalam hal ini, penempatan pemesanan parkir di tiap-tiap zone akan dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di jalur pusat kota.

Dari tiap-tiap parkir zone tersebut, para pengunjung ataupun wisatawan dapat menuju ke daerah pusat dengan menggunakan kendaraan umum yang sudah disediakan, yang nantinya akan berhenti di jalan terdekat dari pusat kota. Sehingga untuk menuju ke pusat kota selanjutnya dapat dilakukan dengan berjalan kaki.

Selama menunggu keberadaan kendaraan umum tersebut, para pengunjung/wisatawan dapat menikmati beberapa fasilitas umum yang berada di sekitar parkir zone tersebut.

Inilah yang dinamakan “OMOTENASHI” atau Hospitality…

Dan juga menyediakan mobil yang ramah lingkungan (*eco car) untuk mengelilingi Shirakawa go. Sehingga tercipta menjadi sebuah daerah yang benar-benar jauh dari kemacetan. Inilah bentuk TDO yang diterapkan di Shirakawa, Japan.

Sementara, di negara kita juga menerapkan TDM, hanya saja dengan strategi yang berbeda. Salah satunya yaitu BRT = Bus Rapid Transit, pedestrianisation, non motorised dan beberapa metode lainnya.

TDO mungkin bisa menjadi salah satu alternatif yang bagus untuk diterapkan di negara kita. Tetapi, kita harus mempertimbangkan beberapa aspek penting sebelum benar-benar mengaplikasikannya di kota-kota yang ada di negara kita, diantaranya yaitu:

  • kondisi sosial-ekonomi masyarakat
  • kondisi sistem transportasi dan sistem perkotaan serta rencana pengembangannya
  • kesiapan kelembagaan, dalam hal ini menyangkut pemerintah pusat, pemerintah daerah dan unsur swasta serta masyarakat selaku pengguna transportasi.
Jadi yang perlu diperhatikan disini adalah, TDM ataupun TDO yang mungkin berhasil baik dilakukan di negara-negara lain, belum tentu bisa sepenuhnya kita adopsi untuk digunakan di negara kita. Jadi perlu melakukan beberapa modifikasi disesuaikan dengan karakter perkotaan dan sistem transportasi yang ada di negara kita. Karena tiap-tiap kota memiliki karakter tersendiri.

Yang pasti, TDO adalah salah satu strategi yang menarik, nyaman dan yang pasti bersahabat dengan lingkungan.


*Salam sejuk dari negeri sakura…


by: imma.w.a.
Design and Planning Laboratory
Sakura-ku, Saitama-shi
Japan

“Speed Hump”: Enhancing The Safety for Pedestrians and Bicyclists….(*Pedestrian Friendly for Us…)

SPEED HUMP adalah salah satu bagian dalam Traffic Calming yang berfungsi untuk mereduksi kecepatan lalu lintas. Mungkin sebutan “Speed Hump” agak sedikit kurang familiar oleh masyarakat awam, tetapi sebenarnya dalam kesehari-harian kita selalu menemukan si “Speed Hump” ini di beberapa jalan yang mungkin kita lewati.

Dalam bahasa keseharian, kita sering menyebutnya “polisi tidur” atau juga “jendulan” dan masih banyak sebutan lainnya.

Sebenarnya apa sih “Speed Hump” itu ?

Speed Hump adalah sebentuk bagian yang menonjol di jalan aspal yang panjangnya sekitar 12-14 feet (3.7 - 4.25m). Seringkali ditempatkan secara seri/terangkai 300 - 600 feet (100 - 170m). Sering juga disebut “Road Hump” atau “Undulations“. Speed hump ini dapat mereduksi sekitar 85% kecepatan kendaraan, sekitar 13-15 km/jam. Terbuat dari aspal, beton dan juga sejenis karet. Ada yang bersifat permanen dan ada juga yang bersifat semi permanen.

Lalu, dipergunakan dimana sajakah si “Speed Hump” ini ?
  • Di jalan-jalan perumahan
  • Tidak khusus digunakan untuk jalan-jalan utama, jalan bus , ataupun jalan-jalan yang penting lainnya
  • Tidak diletakkan di persimpangan

Bagaimanakah desain dari “Speed Hump” ?

  • Panjangnya sekitar 12-14 feet, terkadang juga 10, 22, dan 30 feet (biasanya digunakan di US)
  • Bentuknya biasanya parabola, sinusoid atau juga sirkuler
  • Tingginya sekitar 3-4 inchi
  • Seringkali dibuat secara zigzag, zebra ataupun chevron
Apa sajakah dampak dari “Speed Hump” ?

  • Tidak memberikan dampak apapun jika digunakan pada jalan yang tidak dalam kondisi jalan darurat
  • Sebuah penelitian membuktikan bahwa speed hump dapat mengurangi volume lalu lintas sekitar 18%
  • Kemungkinan meningkatkan traffic noise yang disebabkan oleh rem dan percepatan dari kendaraan khususnya bus dan truck
Selain “Speed Hump”, masih ada lagi beberapa jenis sarana dalam Traffic Calming. Dan dari beberapa itu seringkali kita lihat di lingkungan kita.

Hanya saja mungkin berbeda model atau bentuknya.

Ingin tahu lebih jelasnya bukan ?…
Nah, sarana yang kedua yaitu “CHOKER“: adanya pengurangan lebar jalan biasanya di simpang empat, berbentuk setengah, sepertiga, atau seperempat lingkaran.

Berfungsi untuk mengurangi jarak lintasan penyeberang jalan dan mengurangi kecepatan kendaraan.

Biasanya digunakan di jalan-jalan local atau jalan kolektor, persimpangan pejalan kaki, jalan-jalan utama dengan komunitas penduduk yang relative sedikit, dan akan bekerja lebih baik jika disertai dengan pemasangan rambu-rambu (*speed table), median, dan di dekat persimpangan.

Ketiga adalah “CHICANE” yaitu penyempitan badan jalan, dengan desain yang berbentuk kurva.

Biasanya juga digunakan sebagai tempat parkir kendaraan dan lebih familiar di Negara-negara EROPA.

Tidak memberikan dampak apapun berkaitan dengan kecepatan dan volume kendaraan, tetapi sedikit memberikan dampak pada parkir dan akses bagi pengemudi kendaraan.

Keempat yaitu “NEIGHBORHOOD TRAFFIC CIRCLE“, ini seringkali kita temukan di lingkungan perumahan.

Yaitu sebuah taman berbentuk lingkaran yang dibangun di tengah-tengah jalan. Tak jarang kita menyebutnya “intersection islands”.

Model ini dapat mengurangi tingkat/resiko tubrukan kendaraan sekitar 70%.


Kelima yaitu “RAISED INTERSECTION“, sebuah area yang landai di persimpangan dengan konstruksi dari batu bata dan texture yang berbeda.

Model ini sangat baik bagi para pejalan kaki (pedestrians) dan mengurangi kecepatan di persimpangan.

Keenam “SPEED TABLE” yaitu semacam papan tulisan yang mengisyaratkan kendaraan untuk berkecepatan pelan. Biasanya diletakkan di jalan-jalan kolektor atau jalan local dan juga di jalan-jalan utama dengan komunitas penduduk yang rendah.

Dan terakhir yaitu “CENTER ISLAND NARROWING” atau sering kita menyebutnya MEDIAN, sebuah taman kecil berbentuk oval panjang yang berada di tengah-tengah jalan.

Model ini sangat membantu pejalan kaki saat menyeberang.

Biasanya terletak tepat pada penyeberangan dari satu sisi jalan ke sisi jalan di seberangnya.

Median ini juga pastinya mengurangi lahan parkir kendaraan.

Sebenarnya, dari semua sarana “Traffic Calming” diatas, tujuannya adalah untuk memperlambat laju kendaraan para pengendara mobil/motor. Semuanya lebih ditujukan untuk keselamatan para pejalan kaki.

Hanya saja, seringkali terjadi penyimpangan di Negara kita tercinta dalam pembangunan/letak daripada sarana-sarana tersebut. Sehingga memberikan dampak negative bagi kendaraan, pengendara dan juga bagi fasilitas umum lainnya dalam hal ini berkaitan dengan system drainase.

Seringkali kita menemui pemasangan “rumble strips” (*tonjolan berbentuk pita yang banyak) yang kurang tepat. Mungkin masih bisa diterima jika “rumble strips” ini diletakkan di ruas jalan sebelum pintu perlintasan kereta api, tetapi seringkali kita menemukan “rumble strips” di jalan-jalan kolektor yang komunitas penduduknya rendah/sedikit.

Seharusnya penggunaan sarana-sarana “Traffic Calming” haruslah disesuaikan dengan aturan-aturan yang ada dan disesuaikan dengan fungsi masing-masing.

Dan yang utama yaitu kesadaran berdisplin berlalu lintas bagi para pengendara mobil dan motor itu sendiri yang harus ditekankan disini.

Akan lebih menarik jika kita bisa memadukan satu sarana dengan sarana lainnya yang ada di “Traffic calming” sehingga memberikan manfaat yang lebih.

*Salam sejuk dari negeri sakura…


By: imma.w.a.
Design and Planning Laboratory
Sakura-ku, Saitama-shi
Japan

EST Part 1: Transportasi Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan…. (*Belajar dari Negara Jerman..)

Transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan atau lebih familiar kita sebut sebagai EST (Environment Sustainable Transport) seringkali dibahas di banyak seminar transportasi dan lingkungan. 

EST berkaitan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan sumber daya alam (*dalam hal ini : bahan bakar minyak). Seperti kita ketahui bahwa emisi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor sangat memberikan kontribusi pada kerusakan global dan lokal terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. Masalah lain yang berhubungan dengan kendaraan bermotor adalah kecelakaan lalu lintas, tingkat kebisingan yang tinggi yang membahayakan kesehatan manusia, dan pola pemanfaatan lahan yang mengganggu habitat, pola migrasi, dan integritas ekosistem. Untuk itu, adanya proyek transportasi OECD dalam EST dilakukan untuk membantu menanggapi kecenderungan ini dan membuat transportasi yang berkelanjutan.

OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yaitu sebuah organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan dalam EST yang mendefinisikan EST sebagai salah satu yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan memenuhi kebutuhan untuk akses yang konsisten dengan penggunaan sumber daya terbarukan dibawah tarif regenerasi dan penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan.

Berdasarkan definisi dari EST, dunia internasional menyetujui tujuan, pedoman, dan standar yang digunakan untuk mengoperasionalkan dan menetapkan criteria EST. Dalam hal ini termasuk WHO dan diadopsi dalam the Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution (United Nations Commission for Europe, UN ECE) dan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.

Adapun enam criteria yang diidentifikasi pada tahap pertama dari proyek EST sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk mengatasi berbagai dampak kesehatan dan lingkungan dari transportasi yaitu: CO2, NOx, VOCs, Kebisingan, Partikel, dan Guna lahan.

  • CO2 : jumlah emisi CO2 dari transportasi yang tidak boleh melebihi 20% sampai 50% dari emisi tersebut tergantung pada kondisi nasional khusus.
  • VOCs : jumlah emisi VOCs terkait dengan transportasi yang tidak boleh melebihi 10% dari emisi tersebut.
  • Kebisingan : tergantung pada kondisi lokal dan regional, ini mungkin memerlukan pengurangan kebisingan transportasi tidak lebih dari maksimum 55dB (A) pada siang hari dan 45db (A) pada malam hari dan di luar rumah.
  • NOx : jumlah emisi NOx dari transportasi tidak boleh melebihi 10% dari emisi tersebut.
  • Partikel : tergantung pada kondisi lokal dan regional, partikulat (PM10) harus dikurangi sebesar 55% sampai 99%.
  • Penggunaan tanah : kegiatan transportasi kemungkinan besar akan melibatkan sebagian kecil tanah yang ditujukan untuk infrastruktur transportasi. Kemungkinan akan memerlukan pemulihan dan ekspansi ruang hijau di daerah terbangun.

Studi kasus: Skenario EST di Negara Jerman

Empat skenario dikembangkan di Jerman, menggambarkan perkembangan masa depan dalam kondisi BAU di satu sisi dan perlu perubahan teknis dan struktural untuk memenuhi criteria keberlanjutan yang dipilih di sisi lain. Skenario BAU mengasumsikan bahwa baik perubahan kebijakan yang signifikan atau pengembangan teknis akan terjadi di sektor transportasi. Hanya perubahan-perubahan struktural dan inovasi teknis yang dapat diharapkan dari sudut pandang ini.

Skenario EST di Negara Jerman: EST1 adalah skenario teknologi tinggi dimana suatu pendekatan yang murni secara teknis, semua tetap sama seperti dalam kondisi BAU; criteria EST diasumsikan dipenuhi melalui peningkatan besar-besaran dalam teknologi kendaraan yang menggunakan bahan bakar alternative dan propulsion system. EST2 adalah skenario manajemen mobilitas dimana tidak ada perubahan teknologi dibandingkan dengan skenario BAU tetapi hanya pengurangan luas dalam kegiatan transportasi; semua pengurangan emisi dicapai dibandingkan dengan BAU yaitu kurangnya kilometer pengemudi dan penumpang. EST3 adalah kombinasi skenario optimum yang mengambil “best of both worlds”, menggabungkan kemajuan teknis dan strategi pengurangan transportasi untuk memenuhi criteria EST; ini mengasumsikan bahwa kemajuan teknologi berlangsung kurang daripada EST1, dan adanya perubahan kebijakan yang lebih sedikit tentang kegiatan transportasi yang telah dibuat dalam EST2.

BAU
  • stagnasi penduduk dalam jangka panjang, dimana populasi diasumsikan tumbuh sedikit di tahun 2010 dan kemudian menurun.
  • moderator pertumbuhan ekonomi, asumsi ini berlaku baik untuk skenario BAU dan skenario EST. Dalam merancang skenario, efek dari kemungkinan skenario terhadap pertumbuhan ekonomi diabaikan.
  • pembangunan infrastruktur transportasi sebagaimana dimaksud dalam federal master plan, termasuk “weitererBedarf” (kebutuhan lebih lanjut).
  • pertumbuhan dari harga bahan bakar minyak
  • 85% peningkatan armada mobil
  • penurunan rata-rata tahunan kendaraan km perjalanan/mobil
  • penurunan car occupancy dari 1,49 - 1,30 menjadi 1,24 - 1,15 untuk extra urban dan lalu lintas perkotaan.
  • pengurangan emisi yang signifikan dari kendaraan bermotor
  • penurunan konsumsi energy untuk semua jenis transportasi
  • pengurangan emisi kebisingan

Skenario EST2 : manajemen mobilitas
  • 90% pengurangan VKT oleh mobil
  • 90% pengurangan penggunaan bahan bakar oleh pesawat yang dihasilkan dari teknologi yang diperbaiki (seperti didefinisikan dalam BAU) dan pengurangan VKT
  • peningkatan hunian mobil dari 1,2 - 2,2 menjadi 1,5 - 2,5 orang/mobil untuk perjalanan perkotaan dan ekstra urban
  • 74% penurunan VKT dikombinasikan dengan 20% peningkatan penggunaan kapasitas

EST3: kombinasi optimal
  • skenario EST3 mengambil yang terbaik dari EST1 dan EST2
  • berdasarkan teknologi kendaraan, EST3 terlihat lebih konvensional
  • penurunan berat
  • perbaikan dalam aerodinamika kendaraan
  • pengurangan output daya maksimum
  • peningkatan proses pembakaran
  • teknologi katalis sangat efisien dan manajemen mesin untuk mesin Otto (EZEV)
  • penurunan NOx untuk mesin diesel dengan teknologi reduksi selektif katalistik (SCR)
  • adanya pencampuran dalam langkah-langkah kebijakan untuk memulai proses perubahan yang dibutuhkan, dalam hal ini: instrument fiskal yang mencerminkan biaya lingkungan nyata dari transportasi; menahan beban tanah dalam urban sprawl; perencanaan pemanfaatan lahan untuk mempromosikan permukiman campuran (mix-used); memperkuat kerjasama antar kota, perencanaan transportasi untuk mempromosikan perjalanan non-motor, angkutan umum dan kereta api sementara untuk membatasi penggunaan lahan dalam lalu lintas jalan dan fasilitas parkir
  • promosi dari siklus ekonomi dengan mengurangi intensitas angkutan barang

*****************************************************************

by: imma.w.a.
Design and Planning Laboratory
Sakura-ku, Saitama-shi, Japan
April 13, 2010…

Reference:

OECD: OECD Guidelines towards Environmentally Sustainable Transport, 2002
OECD: Environmentally Sustainable Transport- Individual Project Case Study for Phase 2, 1999

EST Part-2 : Local Transportation Planning….(*Belajar dari Nottingham, Inggris…)

NOTTINGHAM adalah sebuah kota yang terletak di bagian timur Negara Inggris, dengan populasi penduduk sebesar 667.000 jiwa, merupakan daerah perkotaan terbesar ketujuh di Britania Raya. Nottingham terkenal karena hubungannya dengan legenda Robin Hood dan selama Revolusi Industri , memperoleh pengakuan di seluruh dunia dalam hal industri sepeda. Satu hal terpenting bahwa Nottingham juga merupakan salah satu kota yang berhasil dalam mengoperasikan Rencana Transportasi Lokal (LTP) dan melaksanakan skema EST.

Berkaitan dengan Rencana Transportasi Lokal, berdasarkan Undang-undang Transportasi tahun 2000 mengharuskan pihak berwenang di bidang transportasi yang paling lokal di Inggris untuk menghasilkan dan menjaga LTP. Dalam hal ini, LTP menggunakan DFT dan laporan kemajuan tahunan untuk menginformasikan keputusan pada pembiayaan modal bagi otoritas lokal, menginformasikan perkembangan kebijakan DFT pada transportasi lokal, memantau pengiriman dan target yang disampaikan melalui tindakan-tindakan pemerintah daerah.

Adapun visi daripada LTP adalah menciptakan masyarakat yang berkelanjutan yaitu membuat tempat-tempat yang sehat,aman dan menarik untuk ditinggali, adanya kesempatan untuk memperluas alternative social; menyediakan akses untuk semua yaitu mengembangkan system transportasi yang terintegrasi dengan cakupan yang komprehensif; membentuk kesadaran yaitu membuat orang lebih sadar akan alternatif untuk kendaraan melalui penyediaan infromasi dan implementasi rencana perjalanan; mengintegrasikan sebuah transportasi dan kerangka perencanaan penggunaan lahan yaitu memastikan perkembangan transportasi yang terintegrasi dan saling melengkapi perkembangan lain dalam konurbasinya.

Kunci pencapaian dari rencana tersebut diatas bahwa pertumbuhan lalu lintas dibawah 1% selama periode tersebut, penggunaan transportasi umum sebesar 8% , korban kecelakaan dalam hal ini jumlah orang yang meninggal atau mengalami luka berat telah berkurang sebesar 35% dan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dilihat dari jumlah orang yang menganggur/tidak bekerja.

LRT-Nottingham EXPRESS Transit (NET) merupakan sistem rel ringan yang dibuka pada Maret 2004 dengan biaya sekitar 200 million poundsterling yang didanai melalui inisiatif keuangan pribadi dan beroperasi pada 14 rute. Hal ini menyebabkan pergeseran modal yang signifikan, -30% dari penumpang ditransfer langsung dari mobil mereka atau menggunakan sistem park-ride.

Salah satu contoh kasus adalah Kota Hachinohe yang berpenduduk sekitar 250.000 jiwa dengan luas 305km2; mobil 65,3%; bus 14,2% dan kereta api 2,1%. Dalam bus program, dibuat revisi rute dan waktu serta emisi kendaraan yang rendah; adanya eco bus untuk siswa sekolah dasar dengan tarif khusus di musim panas, musim semi dan musim liburan, sehingga para siswa merasakan kenyamanan dan menikmati perjalanan menggunakan bus; pengadaan system transit mall yaitu untuk meningkatkan kesibukan di kawasan pusat kota.

Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa EST bukanlah sebuah pendekatan atau konsep baru, tetapi merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan. Namun yang terpenting bahwa keberadaan EST bertujuan untuk membuat transportasi menjadi lebih baik bagi kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan untuk akses dalam hal ini adalah mengakses dan mengelola kebutuhan akan transportasi.

***********************************************************

by: imma.w.a.
Design and Planning Laboratory
Sakura-ku, Saitama-shi, Japan
April 15, 2010…

References:

Nottingham City Council and Nottinghamshire County Council,Local Transportation Plan for Great Nottingham 2001/2~2005/6,Delivery Report, 2006.
Hachinohe City, EST project in Hachinohe, EST seminar in Tohoku, 2008.11
http://www.estfukyu.jp/pdf/tohoku4.pdf
Nottingham City, Local Transportation Plan
http://www.nottinghamcity.gov.uk/index.aspx?articleid=848
Local Transport Plan 2008 Delivery Report
http://www.nottinghamcity.gov.uk/index.aspx?articleid=2001

http://en.wikipedia.org/wiki/Nottingham